BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Tujuan di adakannya Study Lapangan adalah bagian dari kegiatan yang berhubungan dengan akademik serta mendukung proses belajar mahasiswa khususnya di Fakultas Hukum Universitas Nasional. Di harapkan dengan adanya kegiatan seperti ini mahasiswa jadi lebih mengetahui bagaimana situasi dan kondisi yang terjadi sesungguhnya dilapangan khususnya pada sistim perkereta apian di Indonesia.
Pengangkutan merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari rangkaian sistem perekonomian. Perekonomian tidak akan berjalan secara maksimal tanpa didukung oleh sektor pengangkutan (transportation) yang kuat. Demikian pula dengan sektor angkutan darat yang terdiri dari dua jenis yaitu angkutan jalan raya untuk truk dan bus dan angkutan jalan rel untuk kereta api. Khusus untuk pengangkutan kereta api di Indonesia sampai saat ini diselenggarakan dan dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah melalui PT. Kereta Api Indonesia (selanjutnya disebut PT. KAI).
Penyelenggaraan angkutan kereta api untuk beberapa daerah tertentu di Indonesia memang kurang populer bahkan ada daerah-daerah yang tidak mempunyai jenis transportasi dengan modal kereta api. Tetapi bagi kita yang bertempat tinggal di pulau Jawa khususnya, angkutan kereta api merupakan salah satu jenis modal transportasi yang sangat banyak peminatnya mengingat armada kereta api ini memiliki keistimewaan jika dibandingkan dengan truk atau bus bahkan pesawat, yaitu kereta api dapat mengangkut penumpang dan atau barang dalam jumlah yang besar secara sekaligus dalam satu kali perjalanan dengan biaya angkutan (charges, expenses) yang lebih murah daripada modal transportasi lainnya. Meskipun tetap ada kelemahannya, yaitu dalam daya jangkau lokasi atau tempat tujuan yang diinginkan hanya terbatas pada tempat-tempat yang telah ditentukan, hal ini disebabkan karena keterbatasan dalam prasarana (infrastructure) angkutan kereta api diantaranya keterbatasan dalam jalur rel kereta api, stasiun dan fasilitas operasi kereta api.
Penyelenggaraan angkutan kereta api pada dasarnya sama dengan penyelenggaraan angkutan jenis yang lain, yang diawali dengan adanya suatu perjanjian pengangkutan antara penumpang dan atau pengirim barang dengan pihak PT. KAI. Para pihak dalam perjanjian pengangkutan masing-masing mempunyai hak dan kewajiban dan tanggung jawab. Perjanjian pengangkutan tersebut harus memenuhi syarat-syarat sah suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat KUHPdt) dan syarat-syarat khusus yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaaapian (selanjutnya disingkat UUKA 2007).
UUKA 2007 ini merupakan peraturan yang baru dikeluarkan oleh pemerintah dengan tujuan untuk pembenahan dan penyempurnaan dari peraturan yang berlaku sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 Tentang Perkeretaapian.
Perkeretaapian menurut fungsinya terdiri dari perkeretaapian umum dan perkeretaapian khusus. Perkeretaapian umum adalah perkeretaapian yang digunakan untuk melayani angkutan orang dan/atau barang dengan dipungut bayaran, yang terdiri dari perkeretaapian perkotaan dan perkeretaapian antar kota, sedangkan perkeretaapian khusus adalah kereta api yang digunakan secara khusus oleh badan usaha tertentu untuk menunjang kegiatan pokok badan usaha tersebut.
Menurut kegunaannya, kereta api terbagi atas dua jenis, yaitu kereta api yang digunakan khusus untuk mengangkut barang (gerbong barang) dan kereta api yang digunakan khusus untuk mengangkut penumpang (gerbong penumpang). Setiap sarana dan prasarana perkeretaapian umum yang dioperasikan harus memenuhi standar kelaikan operasi dan memenuhi persyaratan keselamatan sebagaimana diatur dalam Pasal 20 dan Pasal 27 UUKA 2007. Yang dimaksud dengan memenuhi persyaratan kelaikan adalah kondisi prasarana siap operasi dan secara teknis aman untuk dioperasikan. Untuk menjamin kelaikan prasarana perkeretaapian, wajib dilakukan pemeriksaan dan pengujian untuk pertama kali dioperasikan dan pengujian secara berkala oleh Pemerintah dan dapat dilimpahkan kepada badan hukum atau lembaga yang mendapat akreditasi dari Pemerintah. Prasarana yang telah lulus dari pengujian akan diberikan sertifikat kelaikan operasi.
Penyelenggara sarana perkeretaapian wajib melakukan perawatan atas sarana perkeretaapian agar tetap baik operasi. Pengoperasian sarana perkeretaapian wajib dilakukan oleh Awak Sarana Perkeretaapian yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi kecakapan yang dibuktikan dengan sertifikat kecakapan setelah lulus pendidikan dan pelatihan.
Perkeretaapian dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah. Penyelenggaraan angkutan kereta api dilakukan dengan suatu perjanjian pengangkutan antara pihak pengangkut dengan penumpang dan atau pengirim barang, oleh karena itu perjanjian pengangkutan kereta api dibedakan atas dua bentuk yaitu, perjanjian pengangkutan penumpang dan perjanjian pengangkutan barang.
- KAI menerbitkan dokumen angkutan berupa karcis penumpang dan surat muatan barang. Karcis penumpang berfungsi sebagai tanda bukti terjadinya perjanjian pengangkutan penumpang, ketentuan ini diatur dalam Pasal 132 ayat (3) UUKA 2007, sedangkan surat muatan berfungsi sebagai tanda bukti terjadinya perjanjian pengangkutan barang.
Dalam penyelenggaraan pengangkutan PT. KAI menyediakan beberapa jenis pelayanan, diantaranya kelas ekonomi, kelas bisnis dan kelas eksekutif. Setiap keberangkatan disediakan 8 sampai 9 gerbong penumpang dengan kapasitas muatan 80 sampai 100 orang penumpang pada setiap gerbongnya. Biaya atau tarif angkutan yang dikenakan kepada penumpang berbeda untuk setiap kelas. Tarif angkutan penumpang ditetapkan oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah. Pedoman penetapan tarif angkutan dilakukan berdasarkan perhitungan modal, biaya operasi dan keuntungan, ketentuan ini terdapat pada Pasal 151 ayat (3) UUKA 2007.
Mengingat pentingnya peranan transportasi melalui kereta api, dan betapa besarnya tanggung jawab PT Kereta Api Indonesia (persero) sebagai pengangkut Penulis mengadakan penelitian pada PT Kereta Api Indonesia di Bandung.
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN
- Sejarah Singkat Perusahaan
- Kereta Api (persero) adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa transportasi pengangkutan penumpang dan barang, negosiasi dan peti kemas menggunakan Kereta Api sebagai sarana. Kereta Api itu sendiri untuk pertama kali di perkenalkan di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda pada tahun 1864 dengan membangun lintas di Semarang (Kamijen), saat ini perusahaan Kereta Api (persero) sudah mulai berkembang
dengan kantor pusat di Bandung. Pertama kali lokomotif ditemukan oleh George Stephenson (Inggris) tahun 1814 pada waktu itu masyarakat menamakannya dengan sebutan “Kuda Besi”. Penemuan tersebut membawa angin baru yang mekanis dan membawa sejarah bangsa-bangsa di dunia, terlebih pertumbuhan ekonomi khususnya.
Awal perjalanan itulah tepatnya pada tanggal 17 juni 1864 Gubernur Jendral Sloed Van Beele melakukan perjangkauan pertama tanda dimulainya perkeretaapian di Indonesia, dengan memasang lintas di Semarang (Kamijen). Sesuai dengan posisi Indonesia saat itu merupakan daerah jajahan, motif-motif pendirian kereta api beranjak dari kepentingan negara penjajah, yaitu:
- Motif Ekonomi/Komersil, yaitu pengiriman hasil bumi Indonesia ke pelabuhan Semarang.
- Motif Politik/Pertahanan, yaitu merupakan alasan dan pondasi yang sangat kuat.
Semenjak pembuatan lintas kereta api tersebut, pertumbuhan selanjutnya di wilayah Indonesia, khususnya di pulau Jawa semakin diperhatikan dan diperluas dengan motif yang sama. Pertumbuhan kereta api tersebut bukan saja dipelopori oleh pemerintahan Belanda tetapi juga oleh perusahaan-perusahaan Belanda, misalnya di pulau Jawa seperti : SCS (Semarang Chirebon Stoom Maatschappi), SLS (Semarang Joana Stoom Train Maatschappi), KSM (Kediri Stoom Train My), MSM (Malang Stoom Train My) dan lain-lain. Wilayah Sumatera khususnya bagian utara, perusahaan swasta Belanda DSM (Deli Spoorweir Maatscahppi) membuka jaringan pertama di Sumatera Utara lintas labuhan Medan sekitar tanggal 17 Juli 1886 dengan motif yang sama yaitu mengangkat hasil perkebunan dari pedalaman ke pelabuhan timur yaitu pelabuhan Belawan. Pada Perang Dunia II pada masa pendudukan Jepang (1 Maret 1941-17 Agustus 1945) semua kereta api di Indonesia dibawah pendudukan Jepang, diubah namanya. Seperti di Jawa dinamakan Rikuyu Kyoku kemudian berubah dengan Tetsudo Kyoka yang berpusat di Bandung. Di Sumatera, perkereta apian dibawah pemerintahan Angkatan Laut Jepang dengan nama Tetsudo Tai yang berpusat di Bukit Tinggi. Status perkereta apian di Sumatera mengalami proses yang agak berbeda dengan kereta api lainnya. Sesudah berakhirnya pendudukan Jepang, Kereta Api di Sumatera Utara menjadi perusahaan swasta Belanda di wilayah Republik Indonesia. Sementara itu berdasarkan surat perintah penguasaan militer tanggal 6 Desember 1958 NV DSM, berada dibawah pengawasan militer dari Komando T dan TI. Kemudian berdasarkan SK Panglima T dan TI penguasaan militer tanggal 10 Desember 1957 nomor Pan/KPTS-045/12/57 Juncto, radiogram Kasad/Penguasa Militer Pusat tanggal 18 Desember 1957 nomor 77.602/57 tentang pengambilan alih wewenang Bahar dari perusahaan milik Belanda, oleh penguasa militer daerah Sumatera Utara. Tanggal 14 Desember 1957 wewenang Bahar atas NV DSM kepada Panglima T dan TI, mulai 29 April 1963 berdasarkan Undang-Undang Nomor Tahun 1958 Juncto PP. 41 Tahun 1959 dengan SK Menhub. tanggal 17 Januari 1963 Nomor 37/120 PT. Kereta Api (persero) Indonesia LA. DSM yang berpusat di Bandung, kemudian berdasarkan Undang-Undang Nomor 86 Tahun 1958 DKA berubah menjadi PN PERJAN.
Tahap-tahap perkembangan perkereta apian secara umum :
- Jaman Republik Indonesia (17 Agustus 1945-18 Desember 1948). Sepetember 1945 secara resmi lahirlah DKARI (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia) yang berpusat di Bandung. Sementara pada waktu itu hanya meliputi Jawa, karena perkereta apian di Sumatera Utara berdiri sendiri.
- Pengesahan Kedaulatan. Januari 1950 terjadi penggabungan antara DKARI denagn SS/VS (Staats Spoorweg/Verenigf Spoorweg Bedryf) yang dikuasai Belanda menjadi DKARIS (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia Serikat). Setelah RIS menjadi Republik Indonesia DKARIS berubah menjadi DKA
- Perusahaan Negara. Mei 1963 DKA berubah menjadi PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api)
berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1963.
- Pengesahan Jawatan. Dengan PP Nomor 61/71, 15 September 1971 telah ditetapkan
perubahan status PNKA menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan).
- Perusahaan Umum. Dengan PP Nomor 57 Tahun 1993, tanggal 30 Oktober 1990 ditetapkan
perubahan atas status Perusahaan Jawatan menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (PERUMKA), berlaku mulai tanggal 30 Oktober 1990.
- Persero. Dengan PP Nomor 19 Tahun 1998 ditetapkan bentuk dari PERUM menjadi Persero. Dalam rangka sebagian pelimpahan wewenang Pemerintah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1990 Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) diubah bentuknya menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (PERUMKA), kantor pusat PERUMKA berkedudukan di Bandung.
- Susunan Organisasi PT. Kereta Api (Persero)
1) Kereta Api Pusat di Bandung.
2) Divisi Sarana Bandung.
3) Divisi Usaha Pendukung di Bandung.
4) Divisi Pelatihan di Bandung.
5) Divisi Angkutan Perkotaan di Bandung.
6) Divisi Regional I Sumatera Utara di Medan.
7) Divisi Regional II di Padang.
8) Divisi Regional III Sumatera Selatan di Palembang.
9) Daerah Operasional.
a) Daerah Operasi 1 di Jakarta.
b) Daerah Operasi 2 di Bandung.
c) Daerah Operasi 3 di Cirebon.
d) Daerah Operasi 4 di Semarang.
e) Daerah Operasi 5 di Purwokerto.
f) Daerah Operasi 6 di Yogyakarta.
g) Daerah Operasi 7 di Madiun.
h) Daerah Operasi 8 di Surabaya.
BAB III
PEMBAHASAN
- Pengertian Pengakutan Barang
Dalam kegiatan sehari-hari kata pengangkutan sering diganti dengan kata ”transportasi”. Pengangkutan lebih menekankan pada aspek yuridis sedangkan transportasi lebih menekankan pada aspek kegiatan perekonomian, akan tetapi keduanya memiliki makna yang sama, yaitu sebagai kegiatan pemindahan dengan menggunakan alat angkut.[6]
Secara etimologis, transportasi berasal dari bahasa latin, yaitu transportare, trans berarti seberang atau sebelah lain; dan portare berarti mengangkut atau membawa. Dengan demikian, transportasi berarti mengangkut atau membawa sesuatu ke sebelah lain atau dari suatu tempat ke tempat lainnya. Hal ini berarti bahwa transportasi merupakan jasa yang diberikan, guna menolong orang atau barang untuk dibawa dari suatu tempat ke tempat lain lainnya. Sehingga transportasi dapat didefenisikan sebagai usaha dan kegiatan mengangkut atau membawa barang dan/atau penumpang dari suatu tempat ke tempat lainnya.[7]
Abdulkadir Muhammad menguraikan istilah ”pengangkutan” dengan mengatakan bahwa pengangkutan meliputi tiga dimensi pokok yaitu : ”pengangkutan sebagai usaha (business); pengangkutan sebagai perjanjian (agreement); dan pengangkutan sebagai proses (process)”.[8]
Sedangkan pengangkutan sebagai perjanjian (agreement), pada umumnya bersifat lisan (tidak tertulis) tetapi selalu didukung oleh dokumen angkutan. Perjanjian pengangkutan dapat juga dibuat tertulis yang disebut carter (charterparty). Jadi perjanjian pengangkutan pada umumnya diadakan secara lisan, yang didukung oleh dokumen yang membuktikan bahwa perjanjian itu sudah terjadi. Menurut Hasim Purba di dalam bukunya ”Hukum Pengangkutan Di Laut”, pengangkutan adalah ”kegiatan pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain baik melalui angkutan darat, angkutan perairan maupun angkutan udara dengan menggunakan alat angkutan. Jadi pengangkutan itu berupa suatu wujud kegiatan dengan maksud memindahkan barang-barang atau penumpang (orang) dari tempat asal ke suatu tempat tujuan tertentu”. Pengangkutan sebagai usaha memiliki ciri-ciri sebagai berikut:[9]
1) Berdasarkan suatu perjanjian;
2) Kegiatan ekonomi di bidang jasa;
3) Berbentuk perusahaan;
4) Menggunakan alat angkut mekanik.
Rangkaian kegiatan pemindahan tersebut meliputi :[10]
- a) Dalam arti luas, terdiri dari:
1 memuat penumpang dan/atau barang ke dalam alat pengangkut
2 membawa penumpang dan/atau barang ke tempat tujuan
3 menurunkan penumpang atau membongkar barang-barang di tempat tujuan.
- b) Dalam arti sempit, meliputi kegiatan membawa penumpang dan/atau barang dari stasiun/terminal/pelabuhan/bandar udara tempat tujuan.
Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/ atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.[11]
Menurut Ridwan Khairindy, pengangkutan merupakan pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Ada beberapa unsur pengangkutan, yaitu sebagai berikut:[12]
- adanya sesuatu yang diangkut;
- tersedianya kendaraan sebagai alat angkut
- ada tempat yang dapat dilalui alat angkut.
Secara yuridis defenisi atau pengertian pengangkutan pada umumnya tidak ditemukan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Walaupun demikian, pengangkutan itu menurut hukum atau secara yuridis dapat didefenisikan sebagai suatu perjanjian timbal balik antara pihak pengangkut dengan pihak yang diangkut atau pemilik barang atau pengirim, dengan memungut biaya pengangkutan.
- Dasar Hukum Pengangkutan Barang
Dalam dunia pengangkutan agar dapat berjalan dengan baik maka diperlukan suatu peraturan yang khusus membahas tentang pengangkutan, oleh karena itu dibuatlah hukum pengangkutan atau biasa disebut dengan hukum pengangkutan niaga. Hukum pengangkutan mencakup tiga ruang lingkup, yaitu:
- a) Angkutan Darat:
- Diatur dalam buku I Bab V pasal 90 – 98 KUHD;
- Sedangkan dasar hukumnya adalah UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian
Untuk mencapai hasil yang diharapkan serta dapat tercapai fungsi-fungsi pengangkutan, maka dalam pengangkutan diperlukan beberapa unsur yang memadai berupa:[13]
- Alat angkutan itu sendiri (operating facilities) , setiap barang atau orang akan diangkut tentu saja memerlukan alat pengangkutan yang memadai, baik kapasitasnya, besarnya maupun perlengkapan. Alat pengangkutan yang dimaksud dapat berupa truk, kereta api, kapal, bis atau pesawat udara. Perlengkapan yang disediakan haruslah sesuai dengan barang yang diangkut.
- Fasilitas yang akan dilalui oleh alat-alat pengangkutan (right of way), fasilitas tersebut dapat berupa jalan umum, rel kereta api, perairan/sungai, Bandar udara, navigasi dan sebagainya. Jadi apabila fasilitas yang dilalui oleh angkutan tidak tersedia atau tersedia tidak sempurna maka proses pengangkutan itu sendiri tidak mungkin berjalan dengan lancar.
- Tempat persiapan pengangkutan (terminal facilities), tempat persiapan pengangkutan ini diperlukan karena suatu kegiatan pengangkutan tidak dapat berjalan dengan efektif apabila tidak ada terminal yang dipakai sebagai tempat persiapan sebelum dan sesudah proses pengangkutan dimulai
- Selain itu dalam dunia perdagangan pengangkutan memegang peranan yang sangat penting. Tidak hanya sebagai sarana angkutan yang harus membawa barang-barang yang diperdagangkan kepada konsumen tetapi juga sebagai alat penentu harga dari barang-barang tersebut. Karena itu untuk memperlancar usahanya produsen akan mencari pengangkutan yang berkelanjutan dan biaya pengangkutan yang murah.
Salah satu angkutan darat yang sangat bermanfaat adalah kereta api. Sarana angkutan ini merupakan saranan transportasi yang sangat digemari oleh masyarakat, karena lebih murah biayanya, daripada angkutan darat yang lainnya. Berikut ini hak dan wewenang dari penyelenggara prasarana perkereta-apian, yaitu:[14]
- Mengatur, mengendalikan, dan mengawasi perjalanan kereta api.
- Menghentikan pengoperasian sarana perkeretapian apabila dapat membayakan perjalanan kereta api.
- Melakukan penerbitan terhadap pengguna jasa kereta api yang tidak memenuhi persyaratan sebagai pengguna jasa kereta api di stasiun.
- Mendahulukan perjalanan kereta api di perpotongan sebidang dengan jalan.
b) Angkutan Udara:
- Dasar hukumnya adalah UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan;
- Dan PP No. 3 Tahun 2000 tentang Angkutan Udara.
Pertanggung jawaban pengangkutan udara menjadi hal yang sangat sensitif karena dalam pengangkutan udara kemungkinan berhubungan dengan negara-negara lain lebih besar. Ini berarti kemungkinan persinggungan hukum antara dua negara atau lebih menjadi lebih besar pula.Bukan hal yang mudah mengkoordinasikan dua kepentingan yang berasal dari hukum yang berbeda tersebut sehingga perlu sebuah hukum ataupun aturan-aturan tertentu yang mampu menaungi berbagai kepentingan tersebut.
Hukum udara adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur ruang udara dan penggunaannya untuk keperluan penerbangan.[15] Hal yang kemudian menjadi alasan penulis menyangkutpautkan hukum udara dalam pengangkutan adalah karena sifat pengangkutan udara sendiri yang bersifat internasional. Hukum udara bersumber dari perjanjian-perjanjian internasional, undang-undang dan peraturan nasional serta yurisprudensi.
Pada pengangkutan udara terdapat beberapa prinsip pertanggung jawaban pengangkut dalam pengangkutan udara, yaitu sebagai berikut:[16]
– Prinsip presumption of liability /presumtion of fault /presumtion of negligence:
Menurut prinsip ini pengangkut dianggap bertanggng jawab untuk kerugian yang diderita oleh penumpang atau seorang pengirim barang karena penumpang terluka atau tewas, atau bagasinya rusak atau hilang, atau rusaknya barang kiriman dan keterlambatan datang pihak yang dirugikan tidak perlu membuktikan haknya atas ganti rugi.
-Prinsip limitation of liability:
Menurut prinsip ini tanggung jawab pengangkut dibatasi sampai jumlah tertentu. Prinsip ini mendorong pengangkut untuk menyelesaikan masalah dengan jalan damai. Untuk itu limit tanggung jawab tidak boleh terlalu rendah ataupun terlalu tinggi.
-Prinsip absolute liability atau strict liability:
Prinsip ini mengatakan bahwa pengangkut bukan lagi dianggap bertanggung jawab, tetapi dalam hal ini pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab tanpa ada kemungknan membebaskan diri kecuali kalau yang dirugikan bersalah atau turut bersalah dalam timbulnya kerugian pada dirinya. Pertanggung jawaban tidak hanya ada pada diri pengangkut,tetapi juga ada pada diri penumpang. Hal tersebut menjadi wajar dan adil karena tidak semua kerugian yang timbul dalam pengangkutan udara merupakan kesalahan pengangkut,tetapi kemungkinan penumpang melakukan kesalahan yang menyebabkan kerugian dirinya sendiripun ada.
Namun, ada juga sistem pertangung jawaban yang dibebankan pada pihak penumpang, yaitu:[17]
-Sistem warsawa atau protokol hague:
Berdasarkan sistem ini penumpang atau ahli warisnya cukup menunjukkan bahwa kerugian yang diderita timbul karena suatu kejadian yang terjadi selama penerbangan.Dalam sistem ini ada kemungkinan pengangkut bebas dari tanggungjawab,yaitu ketika pengangkut dapat membuktikan bahwa dia telah mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian dan pengangkut dapat membuktikan bahwa kerugian disebabkan oleh kelalaian pihak yang dirugikan.
-Sistem guetemala:
Pada dasarnya sistem ini lebih menguntungkan penumpang dan memberatkan pengangkut,karena penetapan limit ganti rugi dinaikkan.
c) Angkutan Laut:
- Diatur dalam Buku II Bab V-VB tentang perjanjian carter kapal, pengangkutan barang, dan pengangkutan orang;
- Dasar hukumnya adalah UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, PP No. 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di perairan, dan Keputusan Menteri No. 33 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Angkutan laut;
Perjanjian Pengakutan Barang
Perjanjian pengakutan merupakan suatu aspek yang penting diperhatikan dalam penyelenggaraan pengakutan. Dalam membicarakan tanggung jawab pengakut terlebih dahulu adanya perjanjian karena tanggung jawab itu timbul sebagai akibat dari adanya perjanjian di antara para pihak.
Pengertian perjanjian secara umum diatur dalam Buku III Bab kedua Bagian kesatu Pasal 1313 KUHPerdata, yaitu “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Menurut Subekti Perjanjian adalah “Suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.” Menurut Wirjono Prodjodikoro, bahwa perjanjian adalah “Suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.”[18]
Setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur atau belum diataur dalam undang-undang. Tetapi kebebasan tersebut dibatasi oleh tiga hal yaitu tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan tidak bertentangan dengan kesusilaan (azas kebebasan berkontrak). Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata disebutkan bahwa “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Sedangkan bunyi pasal tersebut, maka para pihak harus mematuhi isi dari perjanjian yang dibuatnya. Karena setelah ada kata sepakat antara kedua belah pihak mengenai hal tertentu, perjanjian itu akan mengikat. Dan sejak saat itu lahirlah hubungan hukum antara para pihak yang membuat perjanjian.
Perjanjian yang dilakukan oleh para pihak haruslah memenuhi persyaratan yang diwajibkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu berdasarkan pasal 1320 KUHPerdata. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :
- Adanya kesepakatan diantara para pihak mengenai apapun yang diperjanjikan diantara para pihak.
- Kecakapan, yang membuat perjanjian harus mempunyai kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.
- Hal tertentu, yaitu bahwa setiap perjanjian harus mempunyai objek perjanjiannya.
- Kausa yang halal berarti tujuan dari perjanjian itu harus halal atau tidak bertentangan dengan hukum.
Pengakutan diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ketempat tujuan. Proses pengakutan merupakan gerakan dari tempat asal darimana kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan, kemana kegiatan pengakutan diakhiri.
Ditinjau dari segi keperdataan hukum pengakutan ialah keseluruhan peraturan-peraturan didalam dan diluar kodifikasi (KUHPerdata dan KUHDagang) yang berdasarkan atas dan bertujuan untuk mengatur hubungan-hubungan hukum yang terbit karena keperluan pemindahan barang-barang dan atau orang-oarang dari suatu tempat ke tempat lain untuk memenuhi perikatan-perikatan yang lahir dari perjanjian-perjanjian tertentu, termasuk juga perjanjian-perjanjian untuk memberikan perantaraan mendapatkan pengakutan.
Hukum pengakutan merupakan bagian dari hukum dagang (perusahaan) yang termasuk dalam bidang hukum keperdataan. Dilihat dari segi susunan hukum normative, bidang hukum keperdataan adalah subsistem tata hukum nasional. Dengan demikian hukum pengakutan adalah bagian dari subsistem tata hukum nasional. Asas-asas hukum nasional adalah juga asas-asas hukum pengakutan.
Hukum pengakutan selalu berwujud ketentuan undang-undang dan perjanjian yang dibuktikan oleh dokumen tertulis. Bentuk tertulis selalu berupa kaidah yang menjadi pedoman perilaku pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengakutan. Disamping kaidah tertulis ada pula kaidah tidak tertulis yang berupa kebiasaan dalam pengakutan yang diikuti oleh pihak-pihak karena praktis dan adil dalam mencapai tujuan pengakutan.
Terjadinya perjanjian pengakutan didahului oleh serangkaian perbuatan penawaran (offer) dan penerimaan (acceptance) yang dilakukan oleh pengakut dan pengirim/penumpang secara timbale balik. Serangkaian perbuatan tersebut tidak ada pengaturan rinci dalam undang-undang. Melainkan hanya dengan pernyataan “persetujuan kehendak” sebagai salah satu unsur dalam pasal 1320 KUHPerdata.
Apabila antara kedua belah pihak telah tercapai kesepakatan terhadap hal-hal pokok yang mereka kehendaki bersama, mengandung arti bahwa pihak yang satu, yaitu pengakut telah menyanggupi untuk memenuhi permintaan pihak yang lain, yaitu orang/penumpang yang memakai jasa angkutan untuk mengakut orang dari tempat asal ke tempat tujuan yang telah ditentukan, dan penumpang telah menyanggupi untuk membayar ongkos angkutan.
Meskipun perjanjian pada hakekatnya sudah diliputi oleh pasal-pasal dari hukum perjanjian dalam KUHPerdata, akan tetapi oleh undang-undang telah ditetapkan berbagai peraturan khusus yang bermaksud untuk kepentingan umum, membatasi kemerdekaan dalam hal membuat perjanjian pengakutan yaitu meletakkan berbagai kewajiban pada pihak si pengakut.
Dalam perjanjian pengakutan, terdapat asas-asas yang merupakan landasan hukum pengakutan yang berlaku dan berguna bagi para pihak. Oleh Abdul kadir Muhammad asas-asas tersebut diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :[19]
- Yang bersifat publik: dan
- Yang bersifat perdata.
Ad.1. Asas hukum pengakutan yang bersifat publik
Asas-asas yang bersifat publik merupakan landasan hukum pengakutan yang berlaku dan berguna bagi semua pihak yaitu pihak-pihak dalam pengakutan, pihak ketiga yang berkepentingan dengan pengakutan dan pihak pemerintah (penguasa). Asas-asas tersebut antara lain :
- Asas manfaat
Setiap pengakutan harus dapat memberikan nilai guna yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan perikehidupan yang berkeseimbangan bagi warga Negara.
- Usaha bersama dan kekeluargaan
Penyelenggaraan usaha pengangkutan dilaksanakan untuk mencapai cita-cita dan aspirasi bangsa yang dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai semangat kekeluargaan.
- Adil dan merata
Penyelenggaraan pengakutan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat, dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat.
- Keseimbangan
Penyelenggaraan pengakutan harus dengan keseimbangan yang serasi antara sarana dan prasarana, antara kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan individu dan masyarakat, serta antara kepentingan nasional dan internasional.
- Kepentingan umum
Penyelenggaraan pengakutan harus lebih mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas.
- Keterpaduan
Pengakutan harus merupakan kesatuan yang bulat dan utuh terpadu, saling menunjang dan saling mengisi baik intra maupun antar moda pengakutan.
- Kesadaran hukum
Pemerintah wajib menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga Negara Indonesia agar selalu sadar dan taat kepada hukum dalam penyelenggaraan pengakutan.
- Percaya pada diri sendiri
Pengakutan harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan kepribadian bangsa.
- Keselamatan penumpang
Pengangkutan penumpang harus disertai dengan asuransi kecelakaan.
Ad.2. Asas hukum pengakutan yang bersifat perdata
Asas-asas yang bersifat perdata merupakan landasan hukum pengakutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak, yaitu pengakut dan penumpang atau pengirim barang. Asas-asas tersebut antara lain :
- Konsensual
Pengakutan tidak diharuskan dalam bentuk tertulis, sudah cukup dengan kesepakatan pihak-pihak . Tetapi untuk menyatakan bahwa perjanjian itu sudah terjadi atau sudah ada harus dibuktikan dengan atau didukung oleh dokumen angkutan.
- Koordinatif
Pihak-pihak dalam pengakutan mempunyai kedudukan setara atau sejajar, tidak ada pihak yang mengatasi atau membawahi yang lain. Walaupun pengakut menyediakan jasa dan melaksanakan perintah penumpang/pengirim barang, pengangkut bukan bawahan penumpang/pengirim barang. Pengakut adalah perjanjian pemberian kuasa.
- Campuran
Pengakutan merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu pemberian khusus, penyimpanan barang, dan melakukan pekerjaan dari pengirim kepada pengakut. Ketentuan ketiga jenis perjanjian ini berlaku pada pengakutan, kecuali jika ditentukan dalam perjanjian pengakutan.
- Retensi
Pengakutan tidak menggunakan hak retensi. Penggunaan hak retensi bertentangan dengan tujuan dan fungsi pengakutan. Pengakut hanya mempunyai kewajiban menyimpan barang atas biaya pemiliknya.
- Pembuktian dengan dokumen
Setiap pengakutan selalu dibuktikan dengan dokumen angkutan. Tidak ada dokumen angkutan berarti tidak ada perjanjian pengakutan, kecuali jika kebiasaan yang sudah berlaku umum, misalnya pengakutan dengan angkutan kota (angkot) tanpa tiket/karcis penumpang.
Pengertian Ekspeditur, Dasar Hukum Ekspeditur, Fungsi dan Perananan Ekspeditur dan Tanggung Jawab Ekspeditur
Pengertian Ekspeditur
Ekspeditur dijumpai dalam perjanjian pengangkutan barang, dalam bahasa Inggris disebut cargo forwarder. Ekspeditur digolongkan sebagai subjek hukum pengangkutan karena mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pengirim atau pengangkut atau penerima barang. Ekspeditur berfungsi sebagai perantara dalam perjanjian pengangkutan yang bertindak atas nama pengirim. Pengusaha transport seperti ekspeditur bekerja dalam lapangan pengangkutan barang-barang namun dalam hal ini ia sendirilah yang bertindak sebagai pihak pengangkut. Hal ini nampak sekali dalam perincian tentang besarnya biaya angkutan yang ditetapkan. Seorang ekspeditur memperhitungkan atas biaya muatan (vrachtloon) dari pihak pengangkut jumlah biaya dan provisi sebagai upah untuk pihaknya sendiri, yang tidak dilakukan oleh pengusaha transport. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui kriteria ekspeditur menurut ketentuan undang-undang, yaitu:[20]
- perusahaan pengantara pencari pengangkut barang;
- bertindak untuk dan atas nama pengirim; dan
- menerima provisi dari pengirim.
Dasar Hukum Ekspeditur
Mengenai ekspeditur diatur dalam KUHD Buku I Bab V Bagian II, Pasal 86-90. Jelas bahwa ekspeditur menurut UU hanya sebagai perantara yang bersedia mencairkan pengangkut bagi pengirim dan tidak mengangkut sendiri barang’ yang diserahkan kepadanya itu. Perjanjian yang dibuat antara ekspeditur dan pengirim disebut ekspedisi. Daluarsa bagi gugatan terhadap ekspeditur hanya satu tahun bagi pengirim” dalam wilayah Indonesia dan dua tahun terhadap pengirim dari Indonesia ke luar negeri.
Tugas Ekspeditur dan Peranan Ekspeditur
Menurut pasal 86 ayat 1 KUHD memakai istilah ‘doen bervoren” (menyuruh mengangkut) biasanya ekspeditur bertindak atas nama sendiri walaupun untuk kepentingan dan tanggung jawab pengirim (pasal 455 KUHD) kedudukan ekspeditur adalah sama dengan komisioner yang bisa bertindak atas nama sendiri (pasal 76 KUHD).
Tanggung Jawab Ekspeditur
Tanggung jawab ekspeditur sebagai berikut :[21]
- menyelenggarakan pengiriman secepatnya setelah barang diterima dari pengirim b.mengendalikan segala upaya untuk menjamin keselamatan barang
- pengambilan barang” dari gudang pengirim
- bila perlu penyimpanan di gudang ekspeditur
Mulai Berlakunya Perjanjian Pengangkutan Barang
Mulai Berlakunya Perjanjian Pengangkutan Barang adalah sebagai berikut:
- Berlaku sejak tanggal yang ditentukan atau menurut yang disetujui oleh Para Pihak.
- Jika tidak ada ketentuan atau persetujuan, perjanjian mulai berlaku segera setelah persetujuan diikat dan dinyatakan oleh Para Pihak.
- Bila persetujuan suatu pengangkutan barang untuk diikat oleh perjanjian timbul setelah perjanjian itu berlaku, maka perjanjian mulai berlaku bagi Para Pihak itu pada tanggal tersebut, kecuali bila perjanjian menentukan lain.
- Ketentuan-ketentuan perjanjian yang mengatur pengesahan teksnya, pernyataan persetujuan Para Pihak untuk diikat oleh suatu perjanjian, cara dan tanggal berlakunya, persyaratan dan masalah-masalah lain yang timbul yang perlu sebelum berlakunya perjanjian itu, berlaku sejak saat disetujuinya teks perjanjian itu.
Saat Lahirnya Perjanjian Pengangkutan Barang
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
- kesempatan penarikan kembali penawaran;
- penentuan resiko;
- saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
- menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakahsurattersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
Pelaksanaan Perjanjian Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.[22]
Wanprestasi Dalam Perjanjian Pengangkutan Barang
Dalam perjanjian pengangkutan antara pihak pengangkutan barang dengan pemilik barang terdapat hak dan kewajiban para pihak. Kewajiban pengangkut adalah untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dari tempat pemuatan ke tempat tujuan dengan selamat sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan serta menyerahkan dan menjaga barang itu sebagai bapak yang baik. Sedangkan hak pengangkut mendapatkan pembayaran biaya angkutan oleh pengirim barang setelah disepakatinya perjanjian pengangkutan. Selain pengangkut, Pengirim juga memiliki hak dan kewajiban diantaranya wajib membayarkan biaya angkutan yang telah disepakatan kepada pengangkut dan wajib memberitahukan pihak pengangkut tentang jenis, sifat, dan jumlah barang yang akan dia kirimkan. Hak pengirim adalah berhak meminta pengangkut untuk melakukan pengangkutan terhadap barang yang telah diserahkan pada pengangkut ke tempat tujuan dengan selamat sesuai dengan perjanjian pengangkutan yang telah disepakati dan berhak menerima ganti rugi atas kerugian akibat dari kesalahan pihak pengangkut (wanprestasi).
Pengangkut dapat dinyatakan wanprestasi setelah mendapat somasi atau surat peringatan dari pengirim sebanyak 3 (tiga) kali. Dan pengangkut dibebaskan dari kewajiban untuk mengganti biaya ganti kerugian apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa kerugian yang terjadi bukan karena perbuatan wanprestasi pengangkut melainkan kerugian tersebut terjadi karena adanya keadaan memaksa (overmacht atau force majeur). Perjanjian pengangkutan antara pihak pengangkutan barang dengan pemilik barang tidak mencantumkan klausula yang mengatur tentang pilihan hukum jika terjadi wanprestasi, sehingga pihak yang dirugikan dapat menuntut proses penyelesaian sengketa tersebut melalui pengadilan negeri sesuai dengan sengketa dan wilayah hukumnya. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan itu sendiri diatur dalam Pasal 118 HIR. Proses penyelesaian sengketa melalui mediasi atau perdamaian selalu diusahakan sebelum pemeriksaan perkara perdata dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menyelesaikan perkara secara damai. Namun jika dalam usaha perdamaian yang dilakukan hakim gagal maka pemeriksaan di persidangan dilanjutkan pada proses lebih lanjut.
Untuk mewujudkan keseimbangan hak dan kewajiban pihak pengangkut dan pengirim, dalam penyusunan perjanjian baku, hendaknya pengangkut memperhatikan ketentuan pencantuman klausula baku yang tertera pada Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dalam melakukan pengiriman barang hendaknya pengirim melakukan pengepakan atau pembungkusan yang kuat dan untuk barang yang bernilai tinggi hendaknya pengirim mengasuransikan barang tersebut. Bagi para pihak dalam perjanjian pengangkutan apabila terjadi sengketa, sebelum menempuh proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan hendaknya para pihak menyelesaikan dengan cara damai atau musyawarah untuk mewujudkan proses penyelesaian sengketa yang murah, cepat, adil dan menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Saat Berakhirnya Perjanjian Asuransi Pengangkutan
Perjanjian asuransi berakhir apabila :
- Jangka waktu berlakunya sudah habis
Asuransi biasanya diadakan untuk jangka waktu tertentu, misalnya 1 (satu) tahun. Jangka waktu ini biasanya terdapat pada asuransi kebakaran, kendaraan bermotor. Ada juga asuransi yang diadakan untuk jangka waktu yang lama, misalnya 10 (sepuluh)-20 tahun atau lebih yang biasanya terdapat pada asuransi jiwa. Jangka waktu asuransi tersebut ditetapkan dalam polis. KUHD tidak mengatur secara tegas jangka waktu asuransi. Apabila jangka waktu yang ditentukan itu habis, maka asuransi berakhir.
- Perjalanan Berakhir
Asuransi dapat diadakan berdasarkan perjalanan. Asuransi berakhir apabila perjalanan berakhir atau tiba ditempat tujuan. Asuransi berdasarkan perjalanan ini pada umumnya diadakan untuk asuransi pengangkutan baik pengangkutan barang maupun penumpang dari tempat pemberangkatan ketempat tujuan.
- Terjadi Evenemen diikuti klaim
Dalam polis dinyatakan terhadap evenemen apa saja asuransi itu diadakan. Apabila sementara asuransi berjalan terjadi evenemen yang ditanggung dan menimbulkan kerugian, penanggung akan menyelidiki apakah benar tertanggung mempunyai kepentingan terhadap benda yang diasuransikan. Di samping itu, apakah evenemen yang terjadi itu benar bukan karena kesalahan tertanggung dan sesuai dengan evenemen yang telah ditetapkan dalam polis. Bila benar, maka dilakukan pemberesan berdasarkan klaim tertanggung. Dengan pemenuhan ganti kerugian berdasarkan klaim tertanggung, maka asuransi berakhir.
- Asuransi berhenti atau dibatalkan
Berhentinya asuransi dapat terjadi karena kesepakatan antara tertanggung dan penanggung misalnya karena premi tidak dibayar ataupun karena faktor di luar kemauan tertanggung dan penanggung seperti terjadi pemberatan resiko setelah asuransi berjalan.
- Asuransi gugur
Asuransi gugur biasanya terdapat dalam asuransi pengangkutan. Jika objek yang diasuransikan tidak jadi diangkut, maka asuransi gugur. Tidak jadi diangkut dapat terjadi karena kapal tidak jadi berangkat atau baru akan melakukan perjalanan tetapi dihentikan.
Berakhirnya perjanjian asuransi dapat terjadi karena kemungkinan sebagai berikut:
- Dalam hal tertanggung memberi keterangan yang tidak benar atau menyembunyikan fakta sebenarnya mengenai keadaan objek yang diasuransikan (Pasal 251 KUHD).
- Jika sudah diketahui bahwa sudah ada kerugian sebelum atau pada saat dibuatnya perjanjian asuransi (Pasal 269 KUHD).
- Jika perjanjian asuransi dengan sengaja dibuat untuk mencari keuntungan dengan itikad tidak baik, penipuan dan kecurangan sehingga merugikan pihak penanggung (Pasal 282 KUHD).
- Penutupan perjanjian asuransi atas objek asuransi yang menurut peraturan Perundang-Undangan tidak boleh diperdagangkan (Pasal 599 Ayat (4) KUHD).[23]
BAB
IV
ANALISIS
PERJANJIAN
ANTARA
KERETA API INDONESIA (PERSERO)
DENGAN
X
TENTANG
ANGKUTAN BARANG KIRIMAN HANTARAN
DENGAN “KERETA API GUMARANG”
RELASI
JAKARTAKOTA – SURABAYA PASAR TURI P.P.
- Latar Belakang Perjanjian
Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran pada intinya mewajibkan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang diangkutnya hingga saat diserahkannya barang tersebut. Seandainya barang-barang tersebut tidak selamat maka pengangkut harus bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat tidak dilaksanakan kewajiban tersebut. Pengirim akan menyerahkan tugas mengirim kepada ekspeditur untuk mengirimkan barang-barangnya. Pihak dalam perjanjian pengangkutan ialah ekspeditur maka ekspeditur yang bertanggungjawab kepada pengirim tentang pengiriman barangnya.
Hak dan kewajiban para pihak menimbulkan hubungan hukum antara para pihak tersebut. Pada pengirim yang akan mengirimkan barangnya melalui penghantar, penghantar telah bekerjasama dengan perusahaan pengangkutan untuk mengirimkan barang ke penerima. Pengirim memiliki hak-hak yang wajib dipenuhi oleh pihak penghantar disebabkan yang berhubungan langsung yaitu antara pengirim, pengangkut, dan penerima.
- X selaku pihak yang mempunyai barang melakukan pengiriman barang dengan bekerja sama perusahaan pengangkutan PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO). PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) bertanggung jawab atas kerusakan barang yang terjadi pada kesalahan pekerja perusahaannya, karena langsung berhubungan dengan pengirim barang. Pada umumnya, kecelakaan kerusakan barang yang terjadi dikarenakan ada faktor ketidakdisipinan para pekerja dalam melayani barang kiriman tersebut dengan cara dilempar, terbentur, atau terbanting dan selain itu, disebabkan oleh faktor cuaca alam yang memang tidak memungkinkan untuk melakukan pengiriman barang tepat pada waktu yang disepakati.
Penyelenggaraan pengangkutan penghantar barang melalui PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) tidak terlepas dari hambatan-hambatan yang berakibat kerugian bagi pengirim maupun penerima barang. Kerugian tersebut antara lain dalam hal rusaknya barang, hilangnya barang yang akan dikirim dikarenakan kesalahan pihak penghantar barang dalam pengangkutan maupun terlambat datangnya barang yang dikirim ke daerah tujuan. Pengirim sebelum menggunakan jasa penghantar seharusnya telah mengetahui hak-hak yang wajib dipenuhi pihak penghantar sehingga atas kerugian yang dilakukan pihak penghantar pengirim berhak menuntut ganti rugi kepada pihak penghantar.
Kerugian saat terjadi keterlambatan saat mengirimkan barang-barang berupa barang yang sangat dibutuhkan untuk segera digunakan. Namun, pada pengiriman barang yang datangnya terlambat dikarenakan terjadinya sutau overmacht, dapat diterima alasannya oleh pengirim dan penerima. Oleh sebab itu, penting sekiranya untuk mengetahui isi kontrak PT. X yang mengunakan layanan pengiriman barang melalui PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO).
- Perjanjian Kerjasama
Perjanjian Kerjasama yang menjadi fokus pembahasan dalam analisis ini adalah Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran yang ditandatangani tanggal 16 April 2016 (Perjanjian) antara PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) sebagai penyelenggara transportasi pengangkutan barang perkeretaapian di seluruh wilayah Indonesia dengan PT. X sebagai perusahaan yang memiliki barang.
Bagian-bagian dari Perjanjian ini adalah sebagai berikut:
- Judul dan Para Pihak dalam Perjanjian;
- Definisi;
- Maksud dan tujuan;
- Ruang lingkup pekerjaan;
- Masa berlaku;
- Tarif dan biaya angkutan;
- Pajak dan biaya lainnya;
- Cara pembayaran biaya angkutan dan biaya lainnya;
- Pernyataan dan jaminan;
- Hak dan kewajiban para pihak;
- Larangan;
- Pengawalan;
- Pengaturan muatan;
- Denda dan sanksi;
- Ganti rugi;
- Penambahan kereta bagasi atau gerbong;
- Berakhirnya perjanjian;
- Force majeure;
- Penundaan pelaksanaan perjanjian;
- Hukum yang berlaku dan penyelesaian perselisihan;
- Keterpisahan;
- Kerahasiaan;
- Klaim dan pengawasan;
- Korespondensi;
- Dokumen perjanjian;
- Dan lain-lain.[24]
- Proses dan Isi Perjanjian
Berdasarkan isi Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran di atas, maka bentuk Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran ini dibuat secara tertulis, para pihak dalam perjanjian ini menuangkannya dalam bentuk tertulis mengenai kepentingan mereka dalam perjanjian, syarat-syarat yang diperjanjikan serta kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi dalam perjanjian. Bentuk perjanjian yang dibuat secara tertulis ini juga merupakan wujud dari asas kebebasan berkontrak yang dianut oleh Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Asas kebebasan berkontrak ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.[25] Dengan menekankan pada perkataan semua, maka Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini berisi suatu pernyataan kepada masyarakat bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja atau tentang apa saja, dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu undang-undang. Asas kebebasan berkontrak ini memberikan kebebasan kepada seseorang untuk mengadakan atau tidak mengadakan perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan isi, syarat dan luasnya perjanjian.
Meskipun para pihak bebas untuk membuat perjanjian apa saja, hal ini tidak berarti para pihak yang membuat perjanjian bisa seenaknya untuk membuat perjanjian apa saja yang disukainya. Pasal 1337 KUH Perdata memberikan pembatasan dalam membuat perjanjian. Pasal ini menyebutkan bahwa suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh Undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.[26] Jika bunyi Pasal 1337 KUH Perdata ini dikaitkan dengan asas kebebasan berkontrak yang dianut oleh Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata, maka dapat dikemukakan suatu pernyataan bahwa para pihak bebas untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Dengan demikian, asas kebebasan berkontrak yang disebut juga dengan istilah “sistem terbuka” ini memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar ketertiban dan kesusilaan.
Berdasarkan isi dan tujuan diadakan Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran antara PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) dengan PT. X, maka dapat dinyatakan bahwa perjanjian ini tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Oleh karena itu, meskipun perjanjian ini tidak diatur dalam Undang-undang, tetapi perjanjian ini tidak dilarang untuk dilaksanakan, asalkan dalam pelaksanaannya telah memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian seperti yang dikatakan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yakni adanya kesepakatan dari mereka yang membuat perjanjian, kecapakan untuk membuat perjanjian, suatu hal tertentu dan sebab yang halal.[27] Jadi dapat dikatakan bahwa Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran merupakan wujud dari asas kebebasan berkontrak yang dianut oleh Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Selain asas kebebasan berkontrak yang dianut dalam Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran tersebut, juga menganut asas kepercayaan. Asas kepercayaan ini mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan di antara mereka di belakang hari. Jadi perjanjian tersebut menumbuhkan kepercayaan di antara kedua pihak yang mengadakan perjanjian bahwa satu sama lain akan memegang janjinya. Dengan kata lain akan memenuhi prestasinya di belakang hari. Tanpa adanya kepercayaan ini, maka perjanjian itu tidak mungkin akan diadakan oleh para pihak. Asas kepercayaan ini erat kaitannya dengan teori tentang kapan saat perjanjian itu terjadi. Berkaitan dengan teori tersebut, Pitlo dalam Purwahid Patrik mengemukakan suatu teori tentang kapan saat perjanjian itu terjadi, yang disebut dengan teori kepercayaan atau vertrouwenstheorie. Menurut teori kepercayaan, perjanjian dianggap telah terjadi pada saat yang menerima tawaran itu percaya bahwa tawarannya itu betul yang dimaksud.
Berdasarkan hasil analisis surat Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran tersebut di atas maka dapat kami jelaskan bahwa Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran antara PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) dengan PT. X telah menentukan standar baku mengenai hal-hal yang diperjanjikan sesuai dengan ketentuan Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 dalam perjanjian kerjasama tersebut, yaitu sebagai berikut:[28]
PASAL 3
RUANG LINGKUP PERJANJIAN
- PIHAK PERTAMA menyediakan jasa angkutan barang yang dimanfaatkan untuk kepentingan PIHAK KEDUA.
- Pelaksanaan jasa angkutan barang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan/atau peraturan yang berlaku bagi angkutan barang dengan kereta api.
- Kerugian PIHAK KEDUA yang disebabkan oleh Peristiwa Luar Biasa Hebat (PLH) selama perjalanan dari Stasiun Awal ke Stasiun Tujuan, ditanggung oleh Pihak Asuransi.
- Penimbangan kereta api Barang Kiriman Hantaran dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
- Setiap Kereta Api barang yang akan berangkat harus dilakukan penimbangan dengan Timbangan Kereta Api Elektronik;
- Dalam hal di Stasiun Awal dan/atau Stasiun Antara tidak terdapat Timbangan Kereta Api Elektronik maka penimbangan dilakukan dimana pertama kali terdapat stasiun yang memiliki Timbangan Kereta Api Elektronik;
- Kereta Api Barang yang telah ditimbang harus dilakukan penimbangan kembali apabila terdapat indikasi Unsafe Condition dan/atau indikasi kelebihan muatan;
- Apabila terjadi kerusakan Timbangan Kereta Api Elektronik di Stasiun Awal maka penimbangan harus dilakukan dimana pertama kali terdapat stasiun yang memiliki Timbangan Kereta Api Elektronik;
- Bilamana tidak terdapat Timbangan Kereta Api Elektronik maka Volume Angkutan berdasarkan data dari PIHAK KEDUA.
- Apabila terdapat perubahan Berat Muat kereta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) maka PIHAK PERTAMA akan memberitahukan kepada PIHAK KEDUA.
- Dalam rangka melaksanakan Perjanjian ini, PIHAK KEDUA dapat menggunakan lahan atau gudang milik PIHAK PERTAMA yang ditentukan oleh PIHAK PERTAMA dengan cara menyewa kepada PIHAK PERTAMA yang diatur dalam perjanjian tersendiri, sesuai dengan ketentuan yang berlaku di lingkungan PIHAK PERTAMA.
PASAL 4
MASA BERLAKU
- Perjanjian ini diberlakukan dengan masa berlaku yang telah disepakati oleh PARA PIHAK sebagaimana dimaksud dalam P
- Apabila PIHAK KEDUA akan memperpanjang Perjanjian ini, dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada PIHAK PERTAMA selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum jangka waktu Perjanjian berakhir yang dituangkan dalam Perjanjian baru dengan ketentuan PIHAK KEDUA harus terlebih dahulu melunasi segala pembayaran yang harus dilaksanakan berdasarkan Perjanjian ini.
- Apabila PARA PIHAK sepakat untuk melanjutkan Perjanjian setelah jangka waktu Perjanjian berakhir, maka Tarif Angkutan akan dievaluasi sebagaimana dalam Pasal 5 ayat (1).
PASAL 5
TARIF DAN BIAYA ANGKUTAN
- Tarif Angkutan sebagaimana tersebut dalam Perjanjian akan dievaluasi termasuk dan tidak terbatas pada:
- Tingkat inflasi yang akan berlaku di Tahun berikutnya berdasarkan prediksi Pemerintah di bulan Oktober Tahun berjalan;
- Kenaikan biaya yang diakibatkan oleh kebijakan Pemerintah;
- Perubahan harga penebusan BBM berupa kenaikan atau penurunan harga; dan/atau
- Nilai Kurs Dollar terhadap Rupiah.
- Apabila Berat Muat Kereta Bagasi/Gerbong yang disediakan oleh PIHAK PERTAMA:
- Lebih kecil dari target angkutan dalam Perjanjian, maka Biaya Angkutan yang harus dibayar dengan muatan isi ataupun kosong adalah sebesar Tarif Angkutan dikalikan Batas Muat Angkutan yang digunakan.
- Lebih besar dari target angkutan dalam Perjanjian, maka Biaya Angkutan yang harus dibayar dengan muatan isi ataupun kosong adalah sebesar Biaya Angkutan sesuai Target Angkutan dalam Perjanjian. Apabila PIHAK KEDUA mengajukan permohonan untuk menambah jumlah angkutan lebih dari target angkutan, maka Biaya Angkutan yang dibayarkan dengan muatan isi ataupun kosong adalah sebesar Tarif Angkutan dikalikan Batas muat angkutan Kereta Bagasi/Gerbong yang digunakan.
- Perubahan Berat Muat yang menunjukkan penurunan atau kenaikan Biaya Angkutan maka PIHAK PERTAMA akan memberitahukan kepada PIHAK KEDUA.
- Apabila dalam pelaksanaan angkutan barang terdapat muatan di Stasiun Antara, maka di Stasiun Antara tersebut harus dibuat Surat Angkutan, tanpa dikenakan
- Apabila PIHAK PERTAMA telah menyediakan sarana sesuai dengan hari operasi sebagaimana dimaksud dalam Perjanjian, namun PIHAK KEDUA tidak memuat barang untuk diangkut oleh PIHAK PERTAMA, maka PIHAK KEDUA tetap harus membayar Biaya Angkutan tersebut secara penuh sebagaimana dimaksud dalam Perjanjian ini kecuali dalam hal terjadi Force Majeure.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat kami jelaskan bahwa Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran antara PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) dengan PT. X yang dilakukan secara tertulis menurut kami sudah sah menurut hukum yang berlaku. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa suatu perjanjian dinyatakan sah apabila telah memenuhi 4 (empat) syarat komulatif. Keempat syarat untuk sahnya perjanjian tersebut antara lain :[29]
- Sepakat diantara mereka yang mengikatkan diri. Artinya para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok atau materi yang diperjanjikan. Dan kesepakatan itu dianggap tidak ada apabila diberikan karena kekeliruan, kekhilafan, paksaan ataupun penipuan.
- Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Arti kata kecakapan yang dimaksud dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dinyatakan dewasa oleh hukum, yakni sesuai dengan ketentuan KUHPerdata, mereka yang telah berusia 21 tahun, sudah atau pernah menikah. Cakap juga berarti orang yang sudah dewasa, sehat akal pikiran, dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Dan orang-orang yang dianggap tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum yaitu : orang-orang yang belum dewasa, menurut Pasal 1330 KUHPerdata jo. Pasal 47 UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan; orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan, menurut Pasal 1330 jo. Pasal 433 KUHPerdata; serta orang-orang yang dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan hukum tertentu seperti orang yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan.
- Suatu Hal Tertentu. Artinya, dalam membuat perjanjian, apa yang diperjanjikan harus jelas sehingga hak dan kewajiban para pihak bisa ditetapkan.
- Suatu Sebab Yang Halal. Artinya, suatu perjanjian harus berdasarkan sebab yang halal yang tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu : tidak bertentangan dengan ketertiban umum; tidak bertentangan dengan kesusilaan; dan tidak bertentangan dengan undang-undang.
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, syarat kesatu dan kedua dinamakan syarat subjektif, karena berbicara mengenai subjek yang mengadakan perjanjian, sedangkan ketiga dan keempat dinamakan syarat objektif, karena berbicara mengenai objek yang diperjanjikan dalam sebuah perjanjian. Dalam perjanjian bilamana syarat-syarat subjektif tidak terpenuhi maka perjanjiannya dapat dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang tidak cakap atau yang memberikan kesepakatan secara tidak bebas. Selama tidak dibatalkan, perjanjian tersebut tetap mengikat. Sedangkan, bilamana syarat-syarat objektif yang tidak dipenuhi maka perjanjiannya batal demi hukum. Artinya batal demi hukum bahwa, dari semula dianggap tidak pernah ada perjanjian sehingga tidak ada dasar untuk saling menuntut di pengadilan.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Pengangkutan merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari rangkaian sistem perekonomian. Perekonomian tidak akan berjalan secara maksimal tanpa didukung oleh sektor pengangkutan (transportation) yang kuat. Demikian pula dengan sektor angkutan darat yang terdiri dari dua jenis yaitu angkutan jalan raya untuk truk dan bus dan angkutan jalan rel untuk kereta api. Khusus untuk pengangkutan kereta api di Indonesia sampai saat ini diselenggarakan dan dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah melalui PT. Kereta Api Indonesia (selanjutnya disebut PT. KAI).
Menurut kegunaannya, kereta api terbagi atas dua jenis, yaitu kereta api yang digunakan khusus untuk mengangkut barang (gerbong barang) dan kereta api yang digunakan khusus untuk mengangkut penumpang (gerbong penumpang). Setiap sarana dan prasarana perkeretaapian umum yang dioperasikan harus memenuhi standar kelaikan operasi dan memenuhi persyaratan keselamatan sebagaimana diatur dalam Pasal 20 dan Pasal 27 UUKA 2007. Yang dimaksud dengan memenuhi persyaratan kelaikan adalah kondisi prasarana siap operasi dan secara teknis aman untuk dioperasikan. Untuk menjamin kelaikan prasarana perkeretaapian, wajib dilakukan pemeriksaan dan pengujian untuk pertama kali dioperasikan dan pengujian secara berkala oleh Pemerintah dan dapat dilimpahkan kepada badan hukum atau lembaga yang mendapat akreditasi dari Pemerintah. Prasarana yang telah lulus dari pengujian akan diberikan sertifikat kelaikan operasi.
Secara yuridis defenisi atau pengertian pengangkutan pada umumnya tidak ditemukan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Walaupun demikian, pengangkutan itu menurut hukum atau secara yuridis dapat didefenisikan sebagai suatu perjanjian timbal balik antara pihak pengangkut dengan pihak yang diangkut atau pemilik barang atau pengirim,dengan memungut biaya pengangkutan.
Ekspeditur digolongkan sebagai subjek hukum pengangkutan karena mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pengirim atau pengangkut atau penerima barang. Ekspeditur berfungsi sebagai perantara dalam perjanjian pengangkutan yang bertindak atas nama pengirim. Pengusaha transport seperti ekspeditur bekerja dalam lapangan pengangkutan barang-barang namun dalam hal ini ia sendirilah yang bertindak sebagai pihak pengangkut.
PT Kereta Api Logistik (Kalog) adalah nama salah satu anak perusahaan PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang bergerak di bidang angkutan barang berbasis kereta api. Fokus perusahaan ini adalah mewujudkan pengangkutan barang ke seluruh Indonesia dan pasar ekspor melalui kereta api, serta mengintegrasikan layanannya dengan angkutan antarmoda (pra- dan lanjutan).
Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran pada intinya mewajibkan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang diangkutnya hingga saat diserahkannya barang tersebut. Seandainya barang-barang tersebut tidak selamat maka pengangkut harus bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat tidak dilaksanakan kewajiban tersebut. Pengirim akan menyerahkan tugas mengirim kepada ekspeditur untuk mengirimkan barang-barangnya. Pihak dalam perjanjian pengangkutan ialah ekspeditur maka ekspeditur yang bertanggungjawab kepada pengirim tentang pengiriman barangnya.
Hak dan kewajiban para pihak menimbulkan hubungan hukum antara para pihak tersebut. Pada pengirim yang akan mengirimkan barangnya melalui penghantar, penghantar telah bekerjasama dengan perusahaan pengangkutan untuk mengirimkan barang ke penerima. Pengirim memiliki hak-hak yang wajib dipenuhi oleh pihak penghantar disebabkan yang berhubungan langsung yaitu antara pengirim, pengangkut, dan penerima.
Bentuk Perjanjian Angkutan Barang Kiriman Hantaran antara PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) dengan PT. X dibuat secara tertulis yang berisi tentang nama-nama para pihak dalam perjanjian, perjanjian tersebut juga memuat klausul-klausul yang dijabarkan dalam pasal-pasal, antara lain :
- Judul dan Para Pihak dalam Perjanjian;
- Definisi;
- Maksud dan tujuan;
- Ruang lingkup pekerjaan;
- Masa berlaku;
- Tarif dan biaya angkutan;
- Pajak dan biaya lainnya;
- Cara pembayaran biaya angkutan dan biaya lainnya;
- Pernyataan dan jaminan;
- Hak dan kewajiban para pihak;
- Larangan;
- Pengawalan;
- Pengaturan muatan;
- Denda dan sanksi;
- Ganti rugi;
- Penambahan kereta bagasi atau gerbong;
- Berakhirnya perjanjian;
- Force majeure;
- Penundaan pelaksanaan perjanjian;
- Hukum yang berlaku dan penyelesaian perselisihan;
- Keterpisahan;
- Kerahasiaan;
- Klaim dan pengawasan;
- Korespondensi;
- Dokumen perjanjian;
- Dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
E, Suherman., , Hukum Udara Indonesia dan Internasional, Bandung: Alumni, 1983
Hartono, Sri rezeki., Pengangkutan dan Hukum Pengakutan Darat, Semarang: UNDIP, 1980.
Kamaludin, Ekonomi Transportasi, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986.
Muhammad, Abdulkadir., Hukum Pengangkutan Niaga, Bandung: PT. Citra Aditya Baka, 2008.
Nasution, M. Nur, Manajemen Transportasi, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004.
Tjakranegara, Soegijatna, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Jakarta : Rineka Cipta, 1995.
Purba, Radiks., Mengenal Asuransi Angkutan Darat dan Udara, Jakarta: Djambatan, 1997.
Salim, Manajemen Transportasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993.
Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1979
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:
Indonesia, Undang-Undang tentang Perkeretapian, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
ARTIKEL INTERNET :
Emi Fitriya Harahap, Tanggung Jawab PT Kereta Api Indonesia (Persero) terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara), (Medan: Skripsi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009), dikutip dalam file:///F:/Tugas%20Desi/09E01509(1).pdf , diupload pada tanggal 25 Mei 2016, Pukul 11.00 WIB
FOTO-FOTO KEGIATAN